Opini Mengenai Salah Satu Kasus Korupsi 2013

Saturday, January 11, 2014


Tragedi Besar: Karakter Korup sudah Menjebol sampai Level Ketua MK Akil Mochtar
Apalagi yang kurang dari ‘prestasi’ bangsa kita? Eksekutif korup, Legislatif korup, Yudikatif juga korup. Trias Coruptia. Patut diingat bahwa ‘prestasi’ ini juga makin dilengkapi dengan kasus penyelewengan yang dilakukan oleh seorang Guru Besar ITB beberapa waktu yang lalu (baca lebih jauh: Kasus SKK Migas Rudi Rubiandini: Dosen ITB Teladan Mafia Migas), jadi makin lengkap setelah ditambah kenyataan kalangan akademis juga bisa korup. Tragedi paling terakhir yang melibatkan ketua MK Akil Mochtar amat menyesakkan. Sedemikian percayanya rakyat selama ini dengan Mahkamah Konstitusi, justru pengkhianatan yang di dapat. Logikanya: kalau ketua MK nya saja sudah korup, bagaimana anak buahnya? Bagaimana hakim-hakim kecilnya? Mahkamah Konstitusi kalau diibaratkan mungkin seperti ‘tangan Tuhan’ di Indonesia, sebab pemutus tertinggi ada di level MK. Bagaimana jadinya nasib bangsa ini kalau ‘tangan Tuhan’ sudah dikuasai mafia, siapa lagi yang bisa dipercaya?
Tega benar Ketua MK Akil Mochtar (kalau nanti terbukti) berkhianat. Lulusan Universitas Padjajaran ini sudah keterlaluan, sumpah serapah pun tidak cukup, dia harus dituntut hukuman mati. Harga mati. Menjadi bagian dari mafia dengan kewenangan sedemikian besar, apa bedanya dengan pengkhianat negara dan desertir? Menjual keputusan penting di tingkat peradilan MK sama saja dengan menjual nasib bangsa ini, ini sama saja dengan melacurkan Indonesia. Jelas sebuah kejahatan yang lebih biadab dari bandar narkotika, patut dituntut sampai ke liang kubur. Betapa memalukan manusia ini, apa tidak ada hal yang lebih halal untuk ‘dilacurkan’?

Tanggapan dan opini mengenai kasus diatas :
Korupsi adalah kata yang lumrah terdengar  di Negara kita Indonesia ini, bagaimana tidak begitu banyaknya pejabat di Negara kita yang terseret kasus korupsi. Hampir setiap hari media selalu membicarakan kasus korupsi. Sedih memang jika dipikir moral Negara kita ini sudah rusak, semua sudah gila akan kekuasaan dan materi. Ditambah lagi orang yang terlibat korupsi tidak memandang pendidikan karena pejabat-pejabat yang terkena kasus korupsi itu rata-rata berpendidikan tinggi yang seharusnya memiliki intelektual yang cukup untuk memahami betul bahwa korupsi itu dapat merugikan diri sendiri,bangsa dan orang lain. Disini saya akan membahas dan mengomentari mengenai salah satu contoh kasus korupsi yang sempat menghebohkan seluruh masyarakat Indonesia. Seorang ketua MK(Mahkamah Konstitusi) yang terlibat kasus suap pilkada.
Sangat miris bila membaca berita diatas seorang ketua Mahkamah Konstitusi terlibat kasus korupsi karena menerima suap atas pilkada di kalteng. Mahkamah Konstitusi yang notabene merupakan lembaga hukum tertinggi di Indonesia yang seharusnya bersikap netral dalam pengambilan keputusan di setiap sidangnya namun faktanya disini bertolak belakang, lembaga tertinggi hukum Negara ini yang seharusnya dapat dipercaya oleh masyarakat namun justru memberikan kekecewaan yang sangat mendalam dan mencoreng nama bangsa Indonesia di mata dunia. Bila institusi tertingginya sudah korup bagaimana dengan yang dibawahnya, kepada siapa lagi kini masyarakat harus percaya jika setiap keputusan dalam institusi hukum tertinggi saja sudah dapat dibeli dengan uang.
                Dalam kasus ini akil mochtar selaku tersangka telah melanggar etika profesi sebagai hakim atau ketua MK. Menurut yang saya baca di media online” tempo” ada 3 prinsip etika profesi yang dilanggar oleh akil mochtar. Pertama, Akil ke Singapura pada 21 September 2013 tanpa pemberitahuan ke Sekretariat Jenderal dan itu  merupakan perilaku yang melanggar etika prinsip keempat, yaitu kesopanan dan kepantasan. Kemudian perilaku Akil yang tidak mendaftarkan mobil Toyota Crown Athlete ke Ditlantas, mengadakan pertemuan dengan anggota DPR CHN di ruang kerja hakim, menggunakan kewenangan sebagai Ketua MK dalam menentukan pendistribusian perkara, memerintahkan sekretaris Yuanna Sisilia dan sopir Daryono dalam melakukan transaksi, ditemukannya narkoba di ruangan kerjanya, serta penerimaan dana dari STA-- kuasa hukum pihak yang beperkara-- dianggap merupakan pelanggaran prinsip ketiga: integritas hakim konstitusi. Dan yang terakhir Dalam poin pertimbangan juga disebutkan bahwa perilaku Akil Mochtar yang saat masih menjabat Ketua MK memerintahkan secara langsung kepada panitera untuk menunda putusan tanpa persetujuan rapat permusyawaratan hakim dianggap melanggar prinsip kedua: ketakberpihakan.

Sumber :



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer