Kode
Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh
anggota Institut Akuntan Publik Indonesia
atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen
Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI
maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Standar
Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang
merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi akuntan
publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia
(DSPAP IAPI).
Standar-standar yang tercakup dalam SPAP
adalah:
·
Standar Auditing
·
Standar Atestasi
·
Standar Jasa Akuntansi dan Review
·
Standar Jasa Konsultansi
·
Standar Pengendalian Mutu
Kode
etik akuntan Indonesia memuat 8 prinsip etika sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga
harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2. Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang
terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai
jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota
untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja
dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas
yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa
atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan
laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk
kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk
menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja
mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum
yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan
antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Tantangan
Akuntan Publik dalam Menghadapi Era IFRS
IFRS adalah Standar Pelaporan Keuangan Internasional (bahasa Inggris: International
Financial Reporting Standards (IFRS) adalah Standar dasar, Pengertian dan
Kerangka Kerja (1989) yang diadaptasi oleh Badan Standar Akuntansi
Internasional (bahasa Inggris: International Accounting Standards Board (IASB)).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai
bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara
tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (bahasa
Inggris: Internasional Accounting Standards Committee (IASC)). Pada tanggal 1
April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab gunan menyusun Standar
Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini
mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan
menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.
Indonesia yang tadinya berkiblat pada
standar akuntansi keluaran FASB (Amerika), mau tidak mau harus beralih dan ikut
serta menerapkan IFRS karena tuntutan bisnis global. Mengadopsi IFRS berarti
menggunakan bahasa pelaporan keuangan global, yang akan membuat perusahaan bisa
dimengerti oleh pasar dunia (global market). Firma akuntansi big four
mengatakan bahwa banyak klien mereka yang telah mengadopsi IFRS mengalami
kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global. Dengan kesiapan
adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia
akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi
lintasnegara.
Banyak hal dalam IFRS yang akan diadopsi
berbeda dengan prinsip yang saat ini berlaku. Beberapa hal terbesar dari perbedaan itu antara lain :
1. Penggunaan
Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan
lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih
menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki
definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan
nilai wajar ini.
2. Jenis laporan
keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan
Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft
usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan
Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif).
Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada susunan Aktiva,
Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan Kewajiban usaha,
Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan Cashflow tidak disajikan
berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan Pendanaan, melainkan
berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi), Cashflow perpajakan dan
Cashflow penghentian usaha.
3. Perpajakan
perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS
maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis.
Manfaat
IFRS
Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS,
Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.
1. Pertama,
meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
2. Kedua,
mengurangi biaya SAK.
3. Ketiga,
meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
4. Keempat,
meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
5. Kelima,
meningkatkan transparansi keuangan.
6. Keenam,
menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar
modal.
7. Ketujuh,
meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Tujuan
IFRS
Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa
laporan keungangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan
dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. Transparansi bagi para pengguna
dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
SUMBER
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer