Tugas
aspek hukum dalam ekonomi
Nama :Riko Widyatmoko Hartaji
Npm : 25210960
Kelas : 2EB03
Kaitan
Hukum Dalam Ekonomi Indonesia
A. Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi.
Undang-Undang dasar
negara modren dewasa ini cenderung tidak hanya terbatas sebagai dokumen
politik, tetapi juga dokumen ekonomi yang setidak-tidaknya mempengaruhi dinamika
perkembangan perekonomian suatu negara. Karena itu, konstitusi modren dapat
dilihat sebagai konstitusi politik, sosial, ataupun sebagai ekonomi. Memang ada
konstitusi yang tidak secara lansung dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi,
karena tidak mengatur secara eksplisit prinsip-prinsip kebijakan ekonomi.
Konstitusi negara-negara liberal seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada,
Jepang dan sebagainya dapat disebut hanya konstitusi politik. Namun didalam
konstitusi negara liberal tersebut, ketentuan mengenai moneter, anggaran
(budget), fiscal, perbankan dan pemeriksaan keuangan tetap diatur, yang pada
gilirannya juga memengaruhi dinamika perekonomian negara bersangkutan.
Kebijakan-kebijakan tersebut lebih terkait dengan sistem administrasi negara daripada persoalan sistem ekonomi secara lansung. Konstitusi negara-negara ini mungkin lebih tepat disebut konstitusi ekonomi secara tidak lansung. Sedangkan konstitusi ekonomi secara lansung disebut konstitusi ekonomi adalah kosntitusi yang mengatur mengenai pilihan-pilihan kebijakan ekonomi dan anutan prinsip-prinsip tertentu di bidang hak-hak ekonomi (economic rights).
Jika corak konstitusi
tersebut diukur dari ketentuan-ketentuan mengeanai kebijakan perekonomian
seperti yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945, maka dapat dikatakan bahwa UUD
1945 merupakan satu-satunya dokumen hukum Indonesia yang dapat disebut sebagai
konstitusi ekonomi. Pasal 33 menentukan:
• Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama beradasarkan atas asas kekeluargaan.
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
• Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Secara normatif,
ketentuan pasal 33 UUD 195 merupakan politik hukum ekonomi Indonesia, sebab
mengatur tentang prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan roda perekonomian.
Pada Pasal 33 Ayat (1), menyebutkan bahwa perekonomian nasional disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini dapat dipandang sebagai
sebagai asas bersama (kolektif) yang bermakna dalam kontek sekarang yaitu
persaudaraan, humanisme dan kemanusiaan. Artinya ekonomi tidak dipandang
sebagai wujud sistem persaingan liberal ala barat, tetapi ada nuansa moral dan
kebersamaannya, sebagai refleksi tanggung jawab sosial. Bentuk yang ideal
terlihat seperti wujud sistem ekonomi pasar sosial (social market economy).
Pasal ini dianggap dari ekonomi kerakyatan.
Pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukkan bahwa negara masih mempunyai peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada dua macam, yaitu sebagai regulator dan sebagai aktor. Ayat (2) menekankan peranan negara sebagai aktor yang berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peranan negara sebagai regulator tidak dijelaskan dalam rumusan yang ada, kecuali jika istilah “dikuasai” diinterpretasikan sebagai “diatur” tetapi yang diatur disini adalah sumber daya alam yang diarahkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sumber daya strategis
meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan
keseluruhannya telah diatur oleh konstitusi Pasal 33 UUD 1945 didalamnya
tercantum demokrasi ekonomi. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah
pimpinan dan pemilihan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah
yang diutamakan, bukan kemakmuran seorang-seorang. Sebab itu perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan bangsa.
Perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Perekonomian berdasarkan
atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan
orang-orang yeng berkuasa dan rakyat banyak ditindas.
Sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia ialah sistem ekonomi pancasila. Menurut Mubyarto, ciri-ciri sistem ekonomi pancasila adalah sebagai berikut:
1 Roda kegiatan ekonomi digerakkan oleh ransangan-ransangan ekonomi, sosial dan moral.
2. Ada tekad kuat seluruh bangsa untuk mewujudkan kemerataan sosial.
3. Ada nasionalisasi
ekonomi.
4. Koperasi merupakan
sokoguru ekonomi nasional.
5. Ada keseimbangan
yang selaras, serasi, dan seimbang dari perencanaan ekonomi dan pelaksanaannya
didaerah.
Dalam model pembangunan ekonomi yang menempatkan manusia sebagai titi sentralnya, sasaran penciptaan peluang kerja dan partisipasi rakyat dalam arti seluas-luasnya perlu mendapatkan perhatian utama. Ini berarti bahwa dalam penyusunan rencana-rencana pembangunan, setiap kebijakan, program, proyek-proyeknya berisi komponen-komponen kuantitatif dalam sasaran-sasaran peluang kerja, peluang berusaha dan partisipasi rakyat tersebut, lengkap dengan tolak ukur dan cara-cara menilainya.
B. Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi Menghadapi Era Globalisasi.
Salah satu masalah
serius yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia adalah
mempraktekkan kerangka hukum dan kostitusi dalam pengembangan
kebijakan-kebijakan perekonomian. Selama ini, persoalan tersebut dianggap tidak
penting mengingat praktek penyelenggaraan ekonomi sejak kemerdekaan telah
berjalan mengikuti arus logika pembangunan ekonomi yang berkembang atas dasar
pengalaman empiris dilapangan atau teori-teori dan kisah-kisah sukses di
negara-negara lain yang dipandang layak dijadikan contoh. Sulit membayangkan
bahwa konstitusi harus diajdikan acuan subtantif dalam setiap kebijakan resmi
dalam proses pembangunan ekonomi. Apalagi kenyataan dizaman sekarang menuntut
semua bangsa akrab bergaul dengan sistem ekonomi pasar yang diidialkan bersifat
bebas dan terbuka. Tidak eksklusif. Liberalisasi perdagangan dan globalisasi
ekonomi sudah menjadi kenyataan yang tidak dapat di hindarkan.
Dalam keadaan demikian, memang sulit dibayangkan bahwa penyusunan kebijakan ekonomi harus tunduk kepada logika normatif yang sempit sebagaimana telah disepakati dalam rumusan undang-undang dasar yang tertulis. Sebaik-baiknya rumusan konstitusi sebagai sumber kebijakan tertinggi tidak dapat mengikuti dengan gesit dan luwes perubahan-perubahan dinamis yang terjadi dipasar ekonomi global maupun lokal yang bergerak cepat setiap hari. Karena itu, kebiasaan untuk menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam penyusunan kebijakan ekonomi dapat dikatakan sangat minim. Hal itu terjadi disemua negara demokrasi. Pengaturan kebijakan ekonomi secara ketat dalam konstitusi merupakan fenomena negara-negara sosialis-komunis yang terbukti tidak berhasil memenuhi hasrat warga negara untuk bebas, baik secara politik maupun ekonomi.
Indonesia sebagai negara yang bukan komunis, juga berusaha mengadopsi beberapa prinsip yang dipraktekkan terutama dinegara-negara eropa timur, yaitu dengan mengatur prinsip-prinsip dasar kebijakan ekonomi dalam bab XIV UUD 1945 tentang perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Namun kemudian, kalaupun disadari dan dalam praktek memang dijadikan acuan, biasanya, ketentuan-ketentuan undang-undang dasar itu hanya dijadikan rujukan formal, sekedar untuk menyebut bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi itu dikembangkan berdasarkan UUD 1945.
Oleh beberapa ahli ekonomi, pasal yang mengatur tentang perekonomian didalam UUD 1945 dinilai tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Pertama, perekonomian tidak dapat lagi hanya berdasarkan kepada asas kekeluargaan, karena didunia bisnis modern tidak dapat dihindarkan sistem pemilikan pribadi sebagai hak asasi manusia yang juga dilindungi oleh undang-undang dasar. Sifat-sifat kekeluargaan dari suatu bangun usaha hanya relevan jika dikaitkan dengan koperasi sebagai bentuk-bentuk perseroan, yang berlaku adalah prinsip “one share one vote” dengan penghargaan yang tinggi terhadap hak milik (property), yaitu sama tingginya dengan penghargaan terhadap kebebasan (freedom). Hal ini tercermin dalam cara pandang masyarakat modern yang sangat mengagungkan prinsip liberty dan property.
Kemudian, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak memang harus dikuasi oleh negara, tetapi pengertian dikuasai tersebut tidak dimaksudkan untuk dimiliki. Perekonomian modern menghendaki efisiensi yang tinggi, sehingga membiar badan-badan usaha milik negara untuk eksis selama ini justru sama dengan membiarkan berkembang inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya ekonomi yang justru merugikan negara dan rakyat banyak. Lagi pula, zaman modren menghendaki adanya pemisahan yang tegas antara fungsi regulasi dan policy maker dengan fungsi pelaku usaha. Tidak seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab dibidang regulasi dan pembuatan kebijakan, terjun sendiri dalam kegiatan usaha. Karena itu, perusahaan milik negara yang ada, justru perlu diprivatisasikan agar lebih efisien dan menjamin fairness diantara pelaku usaha. Tidak mungkin ada fairness bagi pengusaha swasta jika instansi menentukan kebijakan juga turut mengambil bagian sebagai pelaku usaha secara lansung.
Dan yang terakhir, pengertian “di kuasai oleh negara” harus dipahami tidak identik dengan “dimiliki oleh negara”. Bahkan, dikatakan bahwa pengertian pengusaan oleh negara dalam ketentuan Pasal 33 Ayat (2) dan (3) tersebut bukan harus diwujudkan melalui kepemilikan negara. Negara cukup berperan sebagai regulator, bukan pelaku lansung.
Referensi :
disini
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Mas media Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Mas media Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009
Erman Rajagukguk,
Peranan Hukum di Indonesia, Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan
Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato yang disampaikan pada Dies Natalis dan
Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 2000
Griffin R dan Ronald
Elbert. 2006. Business. New Jersey: Pearson Education.
H.R.E. Kosasih Taruna Sepandji, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Penerbit Universal, Bandung, 2000
Jimly Asshiddiqie,
Konstitusi Ekonomi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Januari 2010
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1994
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1994
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 comments:
Post a Comment